Di sejumlah negara, pemerintah setempat
atas masukan ulama mengimbau menutup masjid untuk menghindari penyebaran
Covid-19. Tentu saja, kebijakan tersebut tidak bermaksud merendahkan
wibawa masjid sebagai rumah Allah SWT dan tempat ibadah umat Islam, apalagi
menstigma
masjid sebagai tempat penyebaran virus, karena jamaahnya berwudhu sebelum memasukinya,
kebersihannya terjaga, dan selainnya.
Poinnya bukanlah melarang shalat ataupun
beribadah di masjid, tetapi mencegah berkumpulnya banyak orang ataupun
menghindari kontak fisik di masa merebaknya pandemik Covid-19 ini. Ini sejalan dengan
hadits “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat” (HR. Bukhari
dan Muslim dari Abi Hurairah).
Rasulullah SAW juga bersabda, “Siapapun yang mendengar seruan, tidak ada
yang bisa mencegahnya kecuali uzur. Seseorang bertanya apa aja uzur itu?
Rasulullah menjawab, “Rasa takut dan sakit” (HR. Abu Dawud).
Merujuk pada sejarah, Masjidil Haram pernah ditutup pada 827 H akibat wabah yang melanda Mekkah yang menelan korban jiwa sebanyak 1.700. Ibn Hajar al-‘Asqalani juga mencatat persitiwa merebaknya wabah Tha’un di Damaskus pada 749 H yang mengkritisi praktik warga dan pemuka
masyarakat yang berkumpul untuk melaksanakan doa bersama karena justeru yang terjangkiti wabah Tha’un pun meningkat tajam setelahnya.
Sumber : Fikih Pandemi di Masa wabah (NUO Publishing)